Gappri: FCTC Penuh dengan Kepentingan Bisnis Farmasi

Gappri: FCTC Penuh dengan Kepentingan Bisnis Farmasi

TeknoFlas.com – Ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan aturan-aturan anti rokok lainnya mempersepsi bahwa perokok adalah orang yang mesti diatur, bahkan mesti disingkirkan dalam ruangan merokok yang sempit. Menurut Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), hal semacam itu penuh akan kepentingan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Hasan Aoni Aziz sebagaimana dikutip TeknoFlas dari laman imq21.com, Senin (7/4/2014) mengungkapkan bahwa FCTC sejatinya mengandung kepentingan bisnis farmasi, terutama obat anti rokok. Dengan membuat klaim bahwa rokok merusak kesehatan, menjual produk penyembuhan dari rokok, untuk mendukung kampanye tersebut, perusahaan bisnis farmasi telah menggelontorkan dana milyaran rupiah di berbagai negara.

Gappri: FCTC Penuh dengan Kepentingan Bisnis Farmasi

Menurut Hasan, dalam peraturan FCTC tarif cukai didorong maksimum 80% dari harga rokok agar orang tidak merokok.

Hasan melanjutkan, berdasarkan data World Health Organization (WHO), setelah penerapan FCTC di beberapa negara, perdaran rokok ilegal mencapai 10% atau sebesar Rp300 triliun. Untuk Indonesia, ratifikasi FCTC sangat berbahaya dan rokok kretek merupakan martabat bangsa, untuk itu mereka menolak ratifikasi FCTC.

Sementaraa itu, Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat, meminta ratifikasi FCTC harus dikaji dengan mempertimbangkan nasib industri rokok lokal setelah ratifikasi.

“Setidaknya 6 juta pekerja yang terdiri atas petani dan buruh industri rokok-bakal kena dampaknya bila pengendalian tembakau dilakukan. Hal ini akan menurunkan pertumbuhan industri rokok nasional,” kata Hidayat.

Bahkan, Guru Besar Hukum International Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menambahkan bahwa di Tiongkok keberpihakan pemerintah terhadap pelaku usaha sangat besar.

Menurut Hikmahanto, pemerintah semestinya mencontoh Tiongkok dan perspektif pemerintah harus holistik. Perjanjian internasional harus dilihat secara hati-hati, jangan hanya bisa merratifikasi tanpa implementasi yang baik dan tidak memikirkan dampak yang paling buruk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *